KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS
NURUL ANNISA
15211386
4EA17
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI
2014
Abstraksi
Nurul Annisa, 15211386.
“KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM
BISNIS”
Penulisan, Jurnal, Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis,
Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha
Etika bisnis sangat mempengaruhi wirausaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya. Banyak diantara para pelaku usaha melakukan tindakan
kecurangan demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan
apakah tindakannya itu termasuk pelanggaran etika bisnis atau bukan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apakah
pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan
bisnisnya? bagaimana bentuk pelanggarannya? Apa faktor penyebabnya dan
bagaimana cara mengatasinya?
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak
memperhatikan etika dalm berbisnis. Solusi atau tindakan
yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam
menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan
penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu
harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali,
yang akan semakin merugikan konsumen.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman yang mempengaruhi semua
aspek kehidupan, baik dari teknologi, lingkungan serta manusia itu sendiri,
kini sebuah Etika kembali di bicarakan untuk menunjukan nilai norma dan moral,
tidak lain dalam Etika Bisnis. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran
yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan
memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan
adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak
merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis
ada batasnya.
Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang
penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan
merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka
panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis
yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik
secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Bisnis juga terikat dengan hukum.
Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik
pada taraf nasional maupun taraf internasional. Tanpa disadari, kita sebenarnya
menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di
Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang
sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia.
Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh
para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat
faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran
etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan
banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para
pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Kebutuhan konsumen akan pangan asal
hewani (khususnya daging) yang terus bertambah menuntut penyediaannya yang
semakin banyak pula. Hal ini dipicu dengan meningkatnya kesadaran manusia akan
pentingnya kebutuhan gizi yang berasal dari daging hewani. Keadaan tersebut
juga didorong oleh meningkatnya tingkat kesejahteraan hidup manusia sehingga
tingkat permintaan daging hewani meningkat pula. Tidak dapat dipungkiri saat
ini mulai banyak ditemukan kasus beredarnya produk daging yang tidak sehat,
yaitu produk yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kehalalan pangan, baik
pada produk domestik maupun ekspor impor.
Salah satu sebab yang mendorong
merebaknya peredaran daging tidak sehat ini adalah kurangnya pengetahuan dan
kemampuan konsumen untuk memilih produk (daging) secara tepat, benar dan aman.
Konsumen cenderung membeli makanan dengan harga murah tanpa memperhatikan
kualitas sehingga mendorong pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk
meraih keuntungan besar tanpa memikirkan kerugian yang dapat diderita oleh
konsumen.
1.2. Rumusan masalah dan batasan
masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan
masalah pada penulisan ini, adalah :
1) Apakah pelaku bisnis yang ada
disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
2) Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
3) Apa faktor penyebabnya dan bagaimana
cara mengatasinya ?
1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada penjualan bahan
pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Berkaitan penerapan etika
didalam menjalankan suatu bisnis oleh pelaku bisnis, meliputi bentuk
pelanggaran, faktor penyebab serta cara mengatasinya.
1.4. Manfaat penulisan
a)
Bagi akademis
Penulis
dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b)
Bagi Praktis
Diharapkan
penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang
bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala
kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk
usahanya secara lebih baik.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Etika Bisnis
Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus
(terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi
– segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan
manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk
merumuskan dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang hubungan ekonomi
antar manusia.
2.2. Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Menurut
Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
- Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
- Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
2.3. Tujuan Etika Bisnis
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam
mempelajari etika bisnis yaitu :
1. Menanamkan atau meningkatkan
kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan,
jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah
ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan
memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis
yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya
dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam
menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku
bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang
menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk
menentukan sikap moral yang tepat
didalam profesinya (kelak).
didalam profesinya (kelak).
2.4 Prinsip Etika bisnis menurut Sonny Keraf
(1998)
Ada
5 prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik
bisnis, yaitu:
- Prinsip Otonomi
- Prinsip Kejujuran
- Prinsip Keadilan
- Prinsip Saling Menguntungkan
- Prinsip Integritas Moral
2.5 Aspek Pokok dari Etika Bisnis
Menurut K.Bertens bisnis modern merupakan realitas
yang amat kompleks. Antara lain ada fakor organisatoris-manajerial,
ilmiah-teknologis dan politik-sosial-kultural. Kompleksibilitas bisnis ini
berkaitan langsung dengan kompleksibilitas masyarakat modern sekarang juga
sebagai kegiatan sosial. Maka pendekatan pertama perbandingannya terutama
pada aspek ekoomi dan hukum. Berikut ini tiga sudut pandang mengenai
bisnis :
- Sudut pandang ekonomis
Bisnis
adalah kegiatan ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern
untung diekspresikan dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk
bisnis. Yang penting ialah kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung
dan karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat
keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan
sekali lagi, di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan. Teori ekonomi
menjelaskan bagaimana dalam sistem ekononomi pasar bebas para pengusaha dengan
memmanfaatkan sumber daya yang langka (tenaga kerja, bahan mentah,
informasi/pengetahuan, modal) menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk
masyarakat. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan
menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil maksimal akan dicapai dengan
pengeluaran minimal yang tampak dalam harhga produk atau jasa yang paling
menarik untuk publik. Oleh karena efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi
modern, para ekonom telah mengembangkan pelbagai teknik dan kiat. Dengan
demikian dari sudut ekonomis, good business adalah bisnis yang membawa banyak
keuntungan.
- Sudut pandang moral
Dalam
sudut pandang ini mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak
tercapai dengan merugikan pihak lain. Maka menghormati kepentingan dan hak
orang lain penting. Jadi, ada batasnya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan
namun hal itu juga harus demi kepentingan bisnis itu sendiri sehingga bisnis
yang etis tidak membawa kerugian bagi bisnis itu sendiri, terutama dilihat
dari jangka panjang. Aspek etis dalam sudut pandang moral bisa dilihat dari
janji yang harus ditepati, kepercayaan, dan menjaga nama baik. Dengan
demikian perilaku baik dalam konteks bisnis dalam sudut pandang moral adalah
perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral karena suatu perbuatan dinilai
baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi standar etis itu.
- Sudut pandang hukum
Cabang
penting dalam ilmu hukum modern adalah hukum dagang atau hukum bisnis sebab
hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan
pasti karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi
tertentu.Tetapi hukum dan etika memiliki kaitan erat karena etika harus menjiwai
hukum. Itu berarti peraturan hukum harus ditentukan supaya keadaan tidak
menjadi kacau, tetapi cara diaturnya tidak berkaitan dengan etika sehingga
peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari keyakinan moral
dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu.
Disamping
itu sudut pandang hukum membutuhkan sudut pandang moral karena beberapa alasan.
Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak
dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Alasan kedua
yaitu proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya
memakan waktu lama, sehingga masalah-masalah baru tidak segera bisa diatur
secara hukum. Alasan ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sering kali bisa
disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang
beritikad buruk bisa memanfatkan celah-celah dalam hukum (the loopholes of the
law). Alasan keempat bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi
karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya karena sulit
dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang
tidak ditegakan akan ditaati juga. Alasan kelima untuk perlunya sudut pandang
moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan
pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didenifisikan dengan
jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral, contohnya pengertian bonafide.
Bisnis
yang baik berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Bahkan, pada tarif normatif
etika mendahului hukum. Jadi, bisnis berlaku etis mereka tegaskan jika dan
selama tidak melangggar hukum (if it’s legal, it’s morally okay) tetapi lebih
baik “if it’s morally wrong, it’s probably also illegal’’ seperti yang
dikemukakan Boatright.
BAB
III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis
bersumber dari buku yang berkaitan
dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data
dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang
telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan
lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
Salah contoh kasus
dalam etika bisnis adalah menjual bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan
tidak aman. Hampir setiap Ramadan datang kita dihadapkan pada temuan seperti
penjualan daging bangkai ayam, daging sapi "glonggongan" dan beberapa
kasus lainnya. Selain faktor kehalalan tentu bahan pangan asal hewan tersebut
membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini jelas merugikan masyarakat selaku pihak
konsumen. Harga yang melonjak tinggi ternyata juga disertai kualitas pangan
yang membahayakan kesehatan konsumen.
Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.
Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.
Ironinya, justru hal
inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum
bertindak tegas terhadap para pedagang barang-barang haram itu. Paling-paling
hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. upaya-upaya yang akan dilakukan
dalam menanggulangi penjualan daging sapi glonggongan yang semakin menjamur terutama di pasar
tradisional, dimana dalam hal ini tentunya diperlukan kerjasama dan koordinasi
yang baik antara aparat Kepolisian, dinas perdagangan., Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan, departemen Agama dan MUI. Pemerintah juga harus melakukan
pengawasan secara rutin tidak hanya menjelang Bulan Ramadhan atau hari –hari
besar keagamaan terlebih pemerintah harusnya tidak bertindak pasif dengan
menunggu pengaduan masyarakat.
Selain
itu diperlukan kesediaan semua pihak untuk mencegah agar tidak membanjirnya
daging sapi glonggongan didalam masyarakat. Ironinya, justru hal inilah yang
belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak
tegas terhadap para pedagang yang menjual daging sapi glonggongan. paling-paling
hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. Padahal, sudah ada
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada Pasal 4(c)
diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas
produk secara jujur. Di Pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang
bagi pelaku usaha. Bahkan di Pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang
melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana
kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang-undang
No.6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan
daging bermasalah bisa dikenakan Pasal-Pasal pidana yang diatur dalam Kitab
Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan Pasal pidana penipuan.
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Sebagai pelaku usaha
dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para
wirausaha mengetahui etika-etika dalam
berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam
pelanggaran etika bisnis.
Etika diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi
pelaku usaha, sehingga diharapkan etika dapat mendorong dan mengajak untuk
bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan serta dapat dipertanggung
jawabkan. Etika di harapkan mampu mengarahkan pelaku usaha untuk berkembang
menjadi masyarakat yang tertib, teratur, damai dan sejahtera dengan mentaati
norma – norma yang berlaku demi ketertiban dan kesejahteraan sosial. Setiap
pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja harus
diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.
5.2 Saran
Dalam kasus ini pemerintah harus bertindak tegas kepada
pedagang-pedagang barang haram. Semestinya, begitu
ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang
haram itu harus dikenai saksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya
berulang kali yang akan semakin merugikan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
K.Bertens.
2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama
Sonny,
Keraf.
1993. Etika Bisnis
Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Pustaka Filsafat