Jumat, 17 Oktober 2014

Jurnal Etika Bisnis

KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS




 NURUL ANNISA
15211386
4EA17


UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI 
2014






       Abstraksi

Nurul Annisa, 15211386.
“KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM BISNIS”
Penulisan, Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran Etika Binis, Pelaku Usaha

Etika bisnis sangat mempengaruhi wirausaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Banyak diantara para pelaku usaha melakukan tindakan kecurangan demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan apakah tindakannya itu termasuk pelanggaran etika bisnis atau bukan.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya? bagaimana bentuk pelanggarannya? Apa faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?
Berdasarkan analisa yang digunakan pelaku bisnis tidak memperhatikan etika dalm berbisnis. Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.



               BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman yang mempengaruhi semua aspek kehidupan, baik dari teknologi, lingkungan serta manusia itu sendiri, kini sebuah Etika kembali di bicarakan untuk menunjukan nilai norma dan moral, tidak lain dalam Etika Bisnis. Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Dalam kegiatan berbisnis, mengejar keuntungan adalah hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan banyak pihak. Jadi, dalam mencapai tujuan dalam kegiatan berbisnis ada batasnya.

Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.

Bisnis juga terikat dengan hukum. Dalam praktek hukum, banyak masalah timbul dalam hubungan dengan bisnis, baik pada taraf nasional maupun taraf internasional. Tanpa disadari, kita sebenarnya menyaksikan banyak pelanggaran etika bisnis dalam kegiatan berbisnis di Indonesia. Banyak hal yang berhubungan dengan pelanggaran etika bisnis yang sering dilakukan oleh para pebisnis yang tidak bertanggung jawab di Indonesia. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk dari persaingan yang tidak sehat oleh para pebisnis yang ingin menguasai pasar. Selain untuk menguasai pasar, terdapat faktor lain yang juga mempengaruhi para pebisnis untuk melakukan pelanggaran etika bisnis, antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan banyak keuntungan. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang umum untuk para pebisnis melakukan pelanggaran etika dengan berbagai cara.
Kebutuhan konsumen akan pangan asal hewani (khususnya daging) yang terus bertambah menuntut penyediaannya yang semakin banyak pula. Hal ini dipicu dengan meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya kebutuhan gizi yang berasal dari daging hewani. Keadaan tersebut juga didorong oleh meningkatnya tingkat kesejahteraan hidup manusia sehingga tingkat permintaan daging hewani meningkat pula. Tidak dapat dipungkiri saat ini mulai banyak ditemukan kasus beredarnya produk daging yang tidak sehat, yaitu produk yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kehalalan pangan, baik pada produk domestik maupun ekspor impor.
Salah satu sebab yang mendorong merebaknya peredaran daging tidak sehat ini adalah kurangnya pengetahuan dan kemampuan konsumen untuk memilih produk (daging) secara tepat, benar dan aman. Konsumen cenderung membeli makanan dengan harga murah tanpa memperhatikan kualitas sehingga mendorong pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab untuk meraih keuntungan besar tanpa memikirkan kerugian yang dapat diderita oleh konsumen.

1.2. Rumusan masalah dan batasan masalah
1.2.1. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
      1)   Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya ?
      2)   Bagaimana bentuk pelanggarannya ?
      3)   Apa faktor penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya ?

1.2.2. Batasan masalah
Penulis membatasi ruang lingkup masalah pada penjualan bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Berkaitan penerapan etika didalam menjalankan suatu bisnis oleh pelaku bisnis, meliputi bentuk pelanggaran, faktor penyebab serta cara mengatasinya.

1.4. Manfaat penulisan
a) Bagi akademis
Penulis dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh dalam dunia berbisnis yang sesungguhnya.
b) Bagi Praktis
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi pihak yang bersangkutan selaku pelaku bisnis dalam pengelolaan usahanya, beserta segala kebijakan yang berkaitan langsung dengan aspek – aspek etika bisnis untuk usahanya secara lebih baik.
     


               BAB II
LANDASAN TEORI


2.1. Pengertian Etika Bisnis
Keraf, (1993:66) : Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat.
Sebagai cabang filsafat terapan, Etika Bisnis menyoroti segi – segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi dibidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, Etika Bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip – prinsip etika di bidang hubungan ekonomi antar manusia.

2.2. Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Menurut Sonny Keraf prinsip – prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
  • Prinsip  otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
  • Prinsip kejujuran, terdapat tiga lngkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontra. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
  • Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
  • Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle) menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.


2.3. Tujuan Etika Bisnis

Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari etika bisnis  yaitu :
1.   Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu. Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2.  Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu pelaku bisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pelaku bisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat    
     didalam profesinya (kelak).

2.4  Prinsip Etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998)
Ada 5 prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu:
  1. Prinsip Otonomi
  1. Prinsip Kejujuran
  2. Prinsip Keadilan
  3. Prinsip Saling Menguntungkan
  4. Prinsip Integritas Moral

2.5  Aspek Pokok dari Etika Bisnis
Menurut K.Bertens bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Antara lain ada fakor organisatoris-manajerial, ilmiah-teknologis dan politik-sosial-kultural. Kompleksibilitas bisnis ini berkaitan langsung dengan kompleksibilitas masyarakat modern sekarang juga sebagai kegiatan sosial. Maka pendekatan pertama perbandingannya  terutama pada aspek ekoomi dan hukum. Berikut ini  tiga sudut pandang mengenai bisnis :

  1. Sudut pandang ekonomis

Bisnis adalah kegiatan ekonomis dengan maksud memperoleh untung. Dalam bisnis modern untung diekspresikan dalam bentuk uang, tetapi hal itu tidak hakiki untuk bisnis. Yang penting ialah kegiatan antar manusia dan bertujuan mencari untung dan karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Jadi bisnis selalu bertujuan mendapat keuntungan dan perusahaan dapat disebut organisasi yang didirikan dengan tujuan sekali lagi, di antara tujuan-tujuan lain meraih keuntungan. Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekononomi pasar bebas para pengusaha dengan memmanfaatkan sumber daya yang langka (tenaga kerja, bahan mentah, informasi/pengetahuan, modal) menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk masyarakat. Jika kompetisi pada pasar bebas berfungsi dengan semestinya, akan menyusul efisiensi ekonomis, artinya hasil maksimal akan dicapai dengan pengeluaran minimal yang tampak dalam harhga produk atau jasa yang paling menarik untuk publik. Oleh karena efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi modern, para ekonom telah mengembangkan pelbagai teknik dan kiat. Dengan demikian dari sudut ekonomis, good business adalah bisnis yang membawa banyak keuntungan.

  1. Sudut pandang moral

Dalam sudut pandang ini mengejar keuntungan merupakan hal yang wajar, asalkan tidak tercapai dengan merugikan pihak lain. Maka menghormati kepentingan dan hak orang lain penting. Jadi, ada batasnya juga dalam mewujudkan tujuan perusahaan namun hal itu juga harus demi kepentingan bisnis itu sendiri sehingga bisnis yang etis tidak membawa kerugian  bagi bisnis itu sendiri, terutama dilihat dari jangka panjang. Aspek etis dalam sudut pandang moral bisa dilihat dari janji yang harus ditepati, kepercayaan, dan  menjaga nama baik. Dengan demikian perilaku baik dalam konteks bisnis dalam sudut pandang moral adalah perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral karena suatu perbuatan dinilai baik menurut arti terdalam justru kalau memenuhi standar etis itu.

  1. Sudut pandang hukum

Cabang penting dalam ilmu hukum modern adalah hukum dagang atau hukum bisnis sebab hukum merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu.Tetapi hukum dan etika memiliki kaitan erat karena etika harus menjiwai hukum. Itu berarti peraturan hukum harus ditentukan supaya keadaan tidak menjadi kacau, tetapi cara diaturnya tidak berkaitan dengan etika sehingga peraturan hukum merupakan pengendapan atau kristalisasi dari keyakinan moral dan serentak juga mengukuhkan keyakinan moral itu.
Disamping itu sudut pandang hukum membutuhkan sudut pandang moral karena beberapa alasan. Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Alasan kedua yaitu proses terbentuknya undang-undang atau peraturan-peraturan hukum lainnya memakan waktu lama, sehingga masalah-masalah baru tidak segera bisa diatur secara hukum. Alasan ketiga ialah bahwa hukum itu sendiri sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikad buruk bisa memanfatkan celah-celah dalam hukum (the loopholes of the law). Alasan keempat bisa terjadi, hukum memang dirumuskan dengan baik, tetapi karena salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya karena sulit dijalankan kontrol yang efektif. Tidak bisa diharapkan, peraturan hukum yang tidak ditegakan akan ditaati juga. Alasan kelima untuk perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah bahwa hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu sendiri tidak didenifisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral, contohnya pengertian bonafide.
Bisnis yang baik berarti juga bisnis yang patuh pada hukum. Bahkan, pada tarif normatif etika mendahului hukum. Jadi, bisnis berlaku etis mereka tegaskan jika dan selama tidak melangggar hukum (if it’s legal, it’s morally okay) tetapi lebih baik “if it’s morally wrong, it’s probably also illegal’’ seperti yang dikemukakan Boatright.


          BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Metode Pengumpulan Data

Pada penulisan ini, informasi yang didapatkan oleh penulis bersumber dari buku yang berkaitan dengan etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

  


              BAB IV
 PEMBAHASAN

Salah contoh kasus dalam etika bisnis adalah menjual bahan pangan asal hewan yang tidak sehat dan tidak aman. Hampir setiap Ramadan datang kita dihadapkan pada temuan seperti penjualan daging bangkai ayam, daging sapi "glonggongan" dan beberapa kasus lainnya. Selain faktor kehalalan tentu bahan pangan asal hewan tersebut membahayakan kesehatan konsumen. Hal ini jelas merugikan masyarakat selaku pihak konsumen. Harga yang melonjak tinggi ternyata juga disertai kualitas pangan yang membahayakan kesehatan konsumen.

Solusi atau tindakan yang diperlukan ialah Ketegasan, itulah yang menjadi kata kunci dalam menghentikan peredaran daging bermasalah. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai sanksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali, yang akan semakin merugikan konsumen.

Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang barang-barang haram itu. Paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. upaya-upaya yang akan dilakukan dalam menanggulangi penjualan daging sapi glonggongan yang  semakin menjamur terutama di pasar tradisional, dimana dalam hal ini tentunya diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara aparat Kepolisian, dinas perdagangan., Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, departemen Agama dan MUI. Pemerintah juga harus melakukan pengawasan secara rutin tidak hanya menjelang Bulan Ramadhan atau hari –hari besar keagamaan terlebih pemerintah harusnya tidak bertindak pasif dengan menunggu pengaduan masyarakat.

Selain itu diperlukan kesediaan semua pihak untuk mencegah agar tidak membanjirnya daging sapi glonggongan didalam masyarakat. Ironinya, justru hal inilah yang belum dilakukan oleh aparat Pemerintah. Selama ini Pemerintah belum bertindak tegas terhadap para pedagang yang menjual daging sapi glonggongan. paling-paling hanya diberi teguran, penyuluhan dan pembinaan. Padahal, sudah ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Pada Pasal 4(c) diungkapkan bila menjadi hak konsumen untuk mengetahui informasi kualitas produk secara jujur. Di Pasal 8 dan 9 diulas perbuatan-perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. Bahkan di Pasal 62, dijelaskan bila pelaku usaha yang melanggar bisa dikenai pidana denda hingga 2 milyar rupiah serta sanksi pidana kurungan paling lama 5 tahun. Pemerintah juga bisa mengacu pada Undang-undang No.6 Tahun 1967 tentang pokok kesehatan. Yang pasti, pada pelaku perdagangan daging bermasalah bisa dikenakan Pasal-Pasal pidana yang diatur dalam Kitab Hukum Undang-undang Pidana (KUHP), khususnya dengan Pasal pidana penipuan.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Sebagai pelaku  usaha dalam kasus ini etika dalam berbisnis itu sangat penting supaya para wirausaha  mengetahui etika-etika dalam berbisnis. Seperti yang telah dibahas pada kasus diatas, itu termasuk ke dalam pelanggaran etika bisnis.
Etika diharapkan mampu memberikan manfaat yang berarti bagi pelaku usaha, sehingga diharapkan etika dapat mendorong dan mengajak untuk bersikap kritis dan rasional dalam mengambil keputusan serta dapat dipertanggung jawabkan. Etika di harapkan mampu mengarahkan pelaku usaha untuk berkembang menjadi masyarakat yang tertib, teratur, damai dan sejahtera dengan mentaati norma – norma yang berlaku demi ketertiban dan kesejahteraan sosial. Setiap pelanggaran yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak sengaja harus diselesaikan menurut kode etik yang berlaku.

5.2 Saran
Dalam kasus ini pemerintah harus bertindak tegas kepada pedagang-pedagang barang haram. Semestinya, begitu ditemukan penjualan daging bermasalah, maka, semua rantai penjualan barang haram itu harus dikenai saksi. Tidak harus menunggu mereka melakukannya berulang kali yang akan semakin merugikan konsumen.






DAFTAR PUSTAKA

K.Bertens. 2004. Etika Bisnis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Sonny, Keraf. 1993. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Jakarta : Pustaka Filsafat